Kamis, 29 Juni 2017

Saya BISA, Kamu BISA! (Part 1)


Hari ini menandai tepat dua tahun perjalanan saya setelah memulai berolahraga (lagi), Alhamdulillah saya berkesempatan menulis catatan perjalanan ini.
Tepat dua tahun yang lalu, 28 Juni 2015, di hari ke-11 Ramadhan 1436H, saya bertekad bulat untuk kembali berolahraga karena terinspirasi dr. Achmadi, SpOG, teman sepeda saya yang tetap istiqomah bersepeda sejak 2009. Awalnya ia justru yang terkena racun dari saya hingga akhirnya menjadi cyclist yang sangat luar biasa. Saya sendiri sempat meninggalkan aktivitas ini karena kesibukan menyelesaikan pendidikan dokter spesialis kandungan (yang pada akhirnya saya sadari hanyalah alasan belaka :p). 

 Perjumpaan dengan dr. Achmadi, SpOG di salah satu acara buka bersama dokter spesialis anak (istri kami sama-sama dokter spesialis anak di RSUD Dr. Soetomo) membuat saya ingin mencoba kembali berolahraga. Apalagi berat badan saya menunjukkan angka 123 kg sebelum mulai puasa tahun 2015 itu, dengan tinggi 180 cm pun saya tetaplah berpenampilan seperti bola. Saya menderita sleep apneu, ngorok tak karuan saat tidur (maaf ya istriku yang cantik jelita:p). Di fase ngorok itu saya pun sering mengalami apneu alias tidak bernafas karena jalan nafas yang terhambat total saking gemuknya. Tidur tidak pernah nyenyak, setiap 2-3 jam terbangun karena tidak bisa nafas. Untung masih ada reflek bangun, kalau nggak sudah langsung wassalaaaam deh hahaha.
Singkat kata, saya Taubat Nasuha terhadap hidup saya! Dimulai dari Ramadhan,  saya mengatur pola makan saat buka dan sahur, ditambah berolahraga teratur.

Foto Sebelum Bergabung YSCC

Saya seorang dokter kandungan dan dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD Dr. Soetomo. Selain itu saya berpraktik selepas jam kerja di dua rumah sakit swasta di Surabaya. Oh iya, saya juga sedang mengikuti pendidikan konsultan dokter sub spesialis onkologi ginekologi (kanker kandungan). Apakah saya sibuk? Setiap tahun, log book  saya mencatat sekitar 100 lebih operasi pada jam kerja dan 100-an operasi di jam swasta, dan hanya sekitar 10% dari operasi tersebut adalah operasi sesar yang dapat diselesaikan dalam waktu 45-60 menit. Sisanya adalah operasi kandungan yang membutuhkan waktu 2-6 jam. Saya berpraktik swasta 5-9 kali per minggu. Saya juga punya keluarga, seorang istri yang luar biasa dan seorang anak perempuan yang masih membutuhkan perhatian. Aktivitas kerja saya dimulai seringkali di jam 5-6 pagi, dan seringkali pulang hingga jam 10 malam. Jadi, sibuk bukan alasan! I CAN, YOU CAN!

Part 1: Memulai

Bagaimana cara memulai? Mudah! Temukan motivasi yang kuat! Motivasi saat itu cukup simple, saya ingin bertemu anak istri saya sampai tua! Saya yakin kalau meneruskan gaya hidup seperti sebelumnya saya akan berumur lebih pendek, stress tinggi, tidak bahagia dan ribuan hal buruk lainnya (statistically speaking, saya bukan dukun :p).  Motivasi lain adalah saya ingin Nayara, anak saya, mengingat saya sebagai seorang pejuang dan semoga ia menjadi seorang pejuang juga nantinya.

Motivasi yang kuat adalah sebagai fondasi "iman" dari semua aktivitas yang dilakukan manusia sebagai insan yang diberi Allah kemampuan berpikir tsahhh.. Dengan motivasi, seorang pendiam antisosial bisa menjadi pembunuh berdarah dingin, begitu juga seorang yang menderita obesitas berat bisa menurunkan berat badan, menemukan kebahagiaan hidup kembali dan finish triathlon (tsahhh.. kata-katanya).
Jadi sebelum terlampau jauh, temukan motivasi yang kuat! Kalau motivasinya cuma "biar keren" atau karena ikut trend, simpan saja deh budget buat olahraga. Mending belilah gadget mewah, mungkin bisa agak sedikit terangkat kerennya hahaha..
 
Part 2: The First Step is Always the HARDEST
Orang mengatakan bahwa memulai adalah sesuatu yang sangat berat. Saya tidak akan berbohong, kata-kata itu benar adanya. Saya sudah mulai bersepeda secara serius sejak 2007 dan semakin serius sampai 2009 berhenti total karena (alasan) sekolah yang sangat berat dan menyita waktu. Pada tahun 2012 saya memulai lagi, tetapi lagi-lagi harus berhenti karena (alasan) membuat penelitian dan tugas akhir.  Sebenarnya jauh sebelum itu, saya mempunyai riwayat panjang dalam keseriusan berolahraga.
Masa kecil saya saat kelas 4-5 SD, dihabiskan di club sepatu roda bahkan sempat terpilih menjadi atlet junior mewakili Jawa Timur. Sayangnya, semua berakhir tragis karena ayah saya melarang dengan alasan konsentrasi sekolah, hiks..
Sejak 2004-2006 saya serius dalam bidang body building dan berhasil menurunkan berat 32 kg plus bulking otot 8 kg. Tapi lagi-lagi akhirnya harus berhenti karena terkena batu ginjal, sempat menjalani operasi, dan kambuh berulang kali hingga 5x, (total harus dua kali operasi PNL-percutaneous nephrolithotomy dan sekali ESWL-Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy, 2 kali bisa keluar dengan obat-obatan karena ukuran kecil). Maklumlah ya, sekeluarga punya riwayat yang sama, genetik, nasib hahaha.. Walaupun sudah lama berolahraga, saat pertama memulai berolahraga lagi, semuanya terasa sangat berat.
Saya masih ingat, setelah shalat Tarawih saya mencoba bersepeda selama 2 jam (sejam saja yang terhitung di Strava, karena banyak berhentinya ambil nafas) dengan dr. Dibya Arfianda (Nanda) yang sama-sama pemulanya. Saat itu jarak yang berhasil ditempuh lumayan, sekitar 20,4 km. Tapi rasanyaaaaa… paru-paru, mau meledak, mata sampai kabur dan gelap, paha pun terasa akan meledak. Saya sempat merasa tidak berbakat. Tapi saya tidak percaya bakat, yang saya percaya adalah motivasi, konsistensi dan kerja keras.


Dengan berbekal ingatan pernah membeli alat rekam jantung, saya membongkar seisi lemari. Saya berharap alat rekam ini dapat saya jadikan sarana untuk mengevaluasi olahraga saya. Alhamdulillah chest strap heart rate monitor Bluetooth merk Polar itu bisa saya temukan. Berbekal nekat dengan ilmu seadanya, saya mencoba bersepeda lagi 5 hari kemudian ditemani mas Achmadi, bersepeda selama 1 jam 17 menit untuk 29,6 km. Rerata detak jantung saya 146 kali per menit, dan maksimal 165 kali per menit. Jantung terasa mau copot, mata pun berkunang-kunang. Padahal rerata kecepatannya hanya 23 km/jam. Mas Achmadi hanya senyum-senyum saja, tak tampak kelelahan di wajahnya.


Walaupun sudah merasa hancur fisik, tapi saya masih nekat ikut latihan lagi keesokan harinya di Laguna karena ajakan mas Achmadi untuk latihan gabungan dengan YSCC (Young Surgeon Cycling Community) untuk kali pertama. Mau berangkat saja sudah deg-deg-an. Untung ditemani oleh sahabat saya Nanda yang sama pemulanya seperti saya. Kenapa deg-deg-an? YSCC ini terkenal brutal speed dan skill bersepedanya. Saya mengikuti dua loop di Laguna dengan mereka yang sudah berkecepatan rerata 30km per jam waktu itu. Yang lain sih tak hanya dua loop tapi berputar terus menerus! Saya tak mau memaksakan diri dan memilih berhenti karena mata sudah gelap, berkunang-kunang, dan kaki sudah mati rasa. Padahal dua putaran 9,1 km itu saya lalui hanya dengan kecepatan rerata 25,8 km/jam. Melihat raut wajah teman-teman YSCC yang melahap speed 30-35 km/jam dengan senyum, saya benar-benar shock! Ternyata bukan kabar burung kalau mereka ini memang gila speed dan skillnya. Hari itu adalah titik balik yang membuat saya bertambah semangat. THEY CAN! I CAN!
Bagi yang ingin melihat latihan lengkap saya bisa dilihat di akun strava saya di https://www.strava.com/athletes/9838655

Lanjut ke Part 2


Tidak ada komentar:

Posting Komentar